![](https://intananews.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1722509180969-250x190.jpg)
INTANANEWS.COM – Polemik yang terjadi ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) Manado melakukan pergantian calon anggota legislatif (caleg) terpilih menuai sorotan dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Manado, Taufik Bilfaqih yang mempertanyakan dasar hukum apa yang digunakan KPU Manado untuk mengganti caleg terpilih.
“Apa dasar hukum KPU membatalkan caleg terpilih? Semua tindakan politik uang (menjanjikan atau memberikan uang) pada ajang pemilu, dihukum penjara dan denda. Namun apakah semua tindakan politik uang yang dilakukan caleg akan berakhir pada pergantian caleg terpilih? Tunggu dulu. Kita bisa berdebat lagi soal ini,” tanya Bilfaqih.
Menurutnya, produk hukum UU 7 tahun 2017 harus mendapat kajian serius.
“Mengapa? Karena produk hukum Kita yakni UU 7 tahun 2017, masih perlu mendapat kajian serius terkait masalah pergantian caleg terpilih,” imbuhnya.
“Bila KPU membatalkan seorang caleg terpilih dengan menggunakan pasal 426, poin (d) yang berbunyi, “terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” sebagai rujukannya, maka ini terlalu membabi buta,” tegasnya lagi.
Dia pun menerangkan, jenis pelanggaran politik uang yang berkekuatan hukum tetap sehingga menyebabkan pada pergantian caleg harus dilihat konteksnya.
“Politik uang terjadi pada 3 sesi utama; masa kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. Dari 3 peristiwa itu, sesungguhnya hanya pada masa kampanyelah UU Pemilu mengatur, agar KPU dapat membuat pembatalan caleg terpilih kemudian melakukan pergantian. Lihat pasal 285 yang berkaitan dengan pasal 280 dan 284,” terangnya lagi.
Adapun menurutnya, politik uang pada masa tenang dan hari pemungutan suara, UU 7 tahun 2017 tidak secara tegas memerintahkan KPU untuk membuat surat pembatalan hingga pergantian.
“Kalau Kita berdalih, apapun kategori politik uang yang telah berkekuatan hukum tetap, maka terjerat pada pasal 426, maka seharusnya UU ini tidak perlu secara spesifik lagi memunculkan pasal 285. Belum lagi definisi politik uang secara letterlijk sesungguhnya di UU 7/2017 tidak konkret dan tidak ada pemaknaan spesifik pada ketentuan umum pengertian istilah,” tutupnya.(rid)