Kain Bentenan, Tenun Khas Minahasa yang Sempat Hilang Tapi Kini Bersemi Kembali

Motif pelepah kembang kain Bentenan.(Foto:apdut.com)

INTANANEWS.COM – Tenun telah menjadi salah satu warisan budaya di Indonesia. Masing-masing daerah memiliki ciri khas yang menawan dan pasti memikat hati.

Begitu juga dengan daerah Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Ada kain tenun khas Minahasa yang sempat hilang tetapi kini muncul kembali. Apa nggak keren tuh!

Kain Bentenan dibuat di daerah Tombulu, Tondano, Ratahan dan Tombatu di Minahasa.

Nama Bentenan diambil dari nama wilayah pelabuhan utama di Sulawesi Utara yaitu Bentenan. Di pelabuhan inilah pertama kali kain Bentenan diekspor pada abad 15-17.

Kain Bentenan adalah kain khas Minahasa yang terbuat dari bahan alami seperti serat kulit kayu dari Pohon Sawukouw dan Lahendong. Ada juga yang terbuat dari serat nanas, bambu atau pisang.

Kain ini memiliki tujuh motif meliputi Tonilama yang merupakan tenun dari benang putih, tidak bewarna, dan merupakan kain putih. Lalu Sinoi yakni tenun dengan benang warni-warni dan berbentuk garis-garis.

Selain itu, ada motif Pinatikan yaitu tenun dengan garis-garis motif jala dan bentuk segi enam dan merupakan pertama tenun di Minahasa.

Berikutnya motif Tinompak Kuda. Ini jenis tenun dengan aneka motif berulang. Lalu ada pula Tononton Mata yaitu tenun dengan gambar manusia.

Wah ternyata masih ada lagi lho yakni motif Kalwu Patola. Ini jenis tenun dengan motif tenun patola India. Menurut Yudi Achyadi, kurator tekstil, kain bentenan tersebut satu-satunya di dunia yang bermotif patola.

Yang terakhir jenin tenun motif Kokera. Apa tuh? Tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-manik.

Keistimewaan kain Bentenan terletak pada proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu lama.

Kain bentenan ditenun dengan teknik dobel ikat, benang yang membentuk lebar kain (pakan) disebut Sa’lange dan benang yang memanjang (lungsi) disebut Wasa’lene.

Teknik dobel ikat seperti ini adalah teknik tenun ikat dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Sangat jarang teknik ini digunakan di daerah lain.

Motif yang dapat tercipta dari teknik ini akan bergambar halus, rumit dan sangat unik. Kain Bentenan ditenun tanpa terputus menghasilkan sebuah kain berbentuk silinder atau tabung.

Sempat Hilang

Mengutip artikel dari Museum Nasional Indonesia disebutkan bahwa jumlah kain bentenan yang terakhir ditenun tercatat pada tahun 1880. Kini jumlahnya tidak sampai sepuluh buah di dunia.

Dalam beberapa literatur, dituliskan bahwa kain ini terakhir ditenun di daerah Ratahan pada akhir abad ke-18.

Kain Bbentenan asli bahkan sempat menghilang karena tidak diproduksi selama lebih dari 200 tahun. Bahkan, kini hanya ada dua kain Bentenan di Indonesia dan keduanya disimpan di Museum Nasional.

Kain khas Manado ini menjadi sebuah mahakarya para penenun Minahasa. Tak hanya itu, kain Bentenan ini termasuk kain yang sakral dan langka. Karena kain ini dulu hanya digunakan oleh kalangan tertentu saja pada waktu tertentu pula.

Dulu cara memakai kain khas Manado ini tidak bisa sembarangan. Kain Bbentenan hanya digunakan para pemimpin adat (Tonaas) dan pemimpin agama (Walian) untuk dikenakan dalam berbagai upacara adat.

Mulai dari upacara membangun rumah, menentukan masa tanam hingga berperang.

Melantunkan Lagu “Ruata”

Dalam sebuah tulisan yang diulas dalam koran “Tjahaya Siang” terbitan 1880, sebelum menenun kain, penenun bahkan melantunkan lagu “Ruata”.

Lagu tersebut berarti Tuhan agar mereka dapat menghasilkan kain tenun yang indah. Sayangnya di Minahasa, kain ini lambat-laun mulai dilupakan.

Ada beberapa penyebabnya. Salah satunya berkaitan dengan penyebaran agama Kristen yang dibawa para misionaris Belanda.

Masyarakat setempat yang sudah memeluk agama Kristen meninggalkan upacara dan berbagai ritual adat. Sehingga kain Bentenan yang dahulu sering dipakai untuk upacara adat pun perlahan dilupakan.

Selain itu, penggunaan kain tenun pun dianggap kuno dan kurang modern oleh masyarakat di sana. Banyak orang memilih mengenakan pakaian modern seperti yang dikenakan orang Belanda pada masa kolonial.

Akhirnya, kain bentenan semakin dilupakan dan menjadi langka. Untungnya, kini para perajin dan desainer setempat kembali mempopulerkan kain tenun Bentenan.

Meski begitu, kualitas kain yang dihasilkan belum dapat menyamai kain tenun Bentenan yang asli. Hal ini karena sudah tidak ada lagi alat tenun asli yang dahulu digunakan.

Sekarang ini kain Bentenan telah dikembangkan dan diproduksi secara komersial dan itu dapat ditemukan di Kota Manado dan sekitarnya dengan jenis kain tenun ataupun cetak.

Singkat kata: kain Bentenan cocok sebagai buah tangan atau pakaian acara resmi lainnya.

Ayo pencinta tenun terutama kain Bentenan kapan lagi bisa memiliki kain spesial yang ternyata mempunyai sejarah panjang lho!(virginia manoppo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *